Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag
ALLAH senantiasa menggandengkan kata iman dan amal saleh, memberi isyarat bahwa iman dan amal saleh merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manifestasi dari keimanan seseorang adalah gemar mengerjakan amal saleh.
Amal saleh adalah sesuatu yang dilandasi dengan iman yang benar. Bahkan amal saleh dapat dijadikan barometer keimanan seseorang. Jika seseorang beriman pastilah gemar melakukan amal saleh, jika tidak beramal saleh tentu tidaklah beriman yang benar.
Setiap agama memiliki ajaran yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam. Hubungan dalam bentuk ibadah ritual inilah yang disebut ibadah mahdhah, sedang selainnya disebut dengan ghairu mahdhah.
Untuk membedakan mana ibadah ritual dan mana ibadah sosial. Biasanya disebutkan bahwa ibadah ritual adalah ibadah yang dilakukan dalam bentuk upacara-upacara. Sedang ibadah sosial adalah selain dari yang dilaksanakan dalam bentuk formal seperti itu.
Memang agak sulit membedakan mana yang ritual dan mana yang sosial, karena hampir semua ibadah ritual dalam Islam mengandung aspek sosial.
Misalnya salat kenapa diakhiri dengan salam ke kanan dan ke kiri, puasa kenapa diakhiri dengan zakat, haji kenapa diakhiri dengan qurban. Semuanya dimaksudkan bahwa ibadah ritual yang dilaksanakan mengandung aspek sosial dan dimaksudkan membawa manfaat sosial.
Alquran dengan tegas menyatakan bahwa pendusta-pendusta agama adalah mereka yang tidak peduli terhadap kehidupan sosial. Misalnya dalam QS. Al-Ma’un/107 : 1-7. Demikian pula pesan Nabi:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya”.
Dari dua acuan (Alquran dan Hadis nabi) tersebut dapat memberi inspirasi kepada manusia bahwa untuk membangun kehidupan umat melalui ibadah sosial dengan melaksanakan ajaran agama tidak hanya yang berkaitan dengan ibadah ritual melainkan berujung dengan kesalehan sosial.
Ibadah ritual misalnya berzikir itu bagus bahkan Alquran memerintahkan bahwa zikr itu memang harus banyak (zikran katsira), tapi memberi bea-siswa kepada anak yang cerdas namun tidak mampu secara ekonomi, memberi honor kepada guru mengaji, memberi tip kepada cleaning service, jauh lebih utama dari pada zikir semalam suntuk.
Karena zikir itu hanya untuk diri kita, sedang memberi bea-siswa, memberi honor kepada guru mengaji, memberi tip kepada petugas kebersihan untuk dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Semakin banyak orang yang mengambil manfaat dari kebajikan yang kita kerjakan semakin tinggi kualitas amal saleh itu.
Karena itu jangan pernah berpikir untuk masuk surga sendiri, berpikirlah untuk masuk surga bersama-sama. Bagaimana caranya? Mereka yang diberi rezki beramal saleh dengan rezkinya, mereka yang diberi ilmu beramal saleh dengan ilmunya, mereka yang diberi tenaga beramal saleh dengan tenaganya.
Ada yang mengatakan rezki sudah terbatas, ilmu juga terbatas, tenaga apa lagi. Allah masih memberikan kesempatan kepada kita. Dari rumah kita menuju ke masjid ini insya Allah amal saleh, dari ruang kerja kita menuju ke masjid ini insya Allah amal saleh, lewat di jalan mampir di masjid ini insya Allah amal saleh. Islam mengajarkan bahwa apa pun yang kita kerjakan kalau dilandasi dengan dua hal maka akan berujung menjadi amal saleh.
Kedua hal itu adalah : ikhlas dan tidak bertentangan dengan syariat Islam, maka apa saja yang kita kerjakan akan menjadi amal saleh.
Amal saleh tidak terbatas jumlahnya, tidak terhitung jenisnya, berbeda dengan ibadah ritual dapat dihitung jari: salat, puasa, zakat, haji, kurban, aqiqah, zikir, doa.
Sedangkan amal saleh tidak terhitung jenis dan macamnya. Seperti ungkapan : “kalau tidak bisa memuji, jangan mencaci”, kalau tidak bisa menjaga ketertiban, jangan buat keributan, kalau tidak bisa membersihkan, jangan mengotori”.
Artinya dengan tidak melakukan keburukan yang kecil, kita sudah bisa bermanfaat sangat besar bagi yang lain. Apalagi jika kita senantiasa termotivasi dan melakukan kerja-kerja yang membawa manfaat kepada sesama. (*).