Oleh: Dr.H.Muhammad Ishaq Samad, M.A
(Wakil Rektor IV UMI/Komisioner BAZNAS Sulsel)
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْه ُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اما بعـد
قال الله تعالى: اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Shadaqallaahul aliyyul azhiym washadaqa Rasuululuhunnabiyyul kariym wanahnu alaa zaalika minas syaahidiyna wasy syaakiriyn. Walhamdulillaahi Rabbil Aalamiyn.
Hadirin Jamaah Jumat yang insya Allah selalu berada dalam Naungan Rahmat dan Hidayah Allah SWT.
Tak henti-hentinya kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman dan Islam; Karunia yang teramat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya. Teristimewa Jumat hari ini kita bisa melaksanakan ibadah Jumat, di Masjid kebanggaan umat Islam yang Mubaraqah ini, Masjid Jendral M.Yusuf Al Markaz Al Islami.
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan derajat taqwa-dan kita doakan semuanya yang hadir diberikan keberkahan, rejeki yang luas, umur panjang, terutama nikmat kesehatan, karena kesehatan adalah mahkota yang bersemayam di atas kepala orang-orang yang sehat, dan hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang sakit. Oleh karena itu, banyaklah kita bersyukur atas kesehatan yang kita miliki, dan kita doakan saudara-saudara kita yang diberi ujian kurang sehat, agar mendapatkan keberkahan dan kesembuhan yang cepat, syifaan aajilan, aamien YRA.
Hadirin Sidang Jumat yang Dimuliakan Allah Swt.
Ibadah kepada Allah, adalah penegasan bahwa Allah Yang Maha Mutlak adalah Tuhan yang dekat dengan kita sebagai hamba-Nya. Salah satu bentuk Ibadah tersebut dalam Islam diatur dalam bentuk ibadah maghdah, seperti shalat, puasa, dan haji.
Pada dasarnya, sistem ritual dalam Islam menggambarkan segi statisnya yang tidak dapat dipengaruhi oleh kecenderungan umum atau majunya keadaan masyarakat dalam kehidupan manusia (Shadr, 2013:9). Namun di sisi lain, tidak sedikit orang yang “terjerumus” dengan menjadikan ibadah (khususnya shalat, puasa, dan haji) hanya sebagai sebuah ibadah keagamaan yang kosong makna. Semua ritual ibadah maghdah tersebut seolah hanya merupakan hubungan transenden antara dirinya dengan Allah Swt.
Fenomena akan adanya dikotomi antara ibadah-ibadah tersebut sebagai sarana manusia berhubungan dengan Tuhannya tanpa adanya spirit sosial yang dikandungnya menjadikan ritual ibadah maghdah, tersebut hanya sekedar pemenuhan kewajiban semata di satu sisi, dan seolah ibadah-ibadah tersebut tidak ada sama sekali berhubungan dengan kehidupan sosial manusia dimana ia hidup di sisi lainnya.
Bias dari fenomena seperti ini sebenarnya sudah ada semenjak masa Rasululullah Saw. Hal ini misalnya seperti yang tergambar dari kisah seorang sahabat Nabi yang bernama al-Qomah. Dalam riwayatnya, konon ia merupakan seorang yang rajin beribadah, jujur, namun ia mengalami kesulitan dalam menghadapi sakratul maut karena ia pernah membuat Ibunya tersinggung oleh sikapnya.
Fenomena yang serupa dalam konteks sekarang juga tidak jarang dijumpai dalam kehidupan bermasyarakat, yakni banyaknya individu-individu dalam masyarakat yang terlihat rajin dalam ritual ibadah maghdah, namun justru seakan acuh terhadap lingkungan sosialnya. Fenomena ini bahkan juga terjadi dalam bentuk kolektif.
Dari sini bisa dilihat “bahaya” pengamalan-pengamalan pemahaman ayat-ayat yang bersifat transenden dengan Tuhan jika tidak dibarengi dengan paradigma akan adanya integritas ayat-ayat tersebut dengan nilai-nilai sosial.
Sebagaimana yang diuraikan oleh Fazlur Rahman dalam bukunya, Major Themes of the Qur’an, bahwa memang benar adanya al-Qur’an (begitu juga dengan ibadah-ibadah yang diperintahkan yang terkandung di dalamnya) seharusnya menjadikan manusia dekat dengan Tuhannya. Namun demikian, konsekuensi dari hubungan normatif ini sudah sewajarnya menjadikan manusia dekat dengan sesasamanya sebagai individu dan di dalam eksistensi kolektif atau sosialnya.
Hal ini menurut Fazlur Rahman, karena yang dituju oleh ibadah yang diperintahkan dalam al-Qur’an adalah manusia dan tingkah lakunya. Hal ini juga tersirat dalam sebuah hadis Nabi Muhammad Saw, ketika mengingatkan akan kemarahan Allah terhadap orang-orang yang “pakaiannya” tidak mencerminkan perilaku sosialnya.
“Hamba yang paling dibenci Allah adalah seseorang yang pakaiannya lebih baik dibanding amal perbuatannya.Yakni, seseorang yang‘pakaiannya’ seperti pakaian para Nabi, namun perbuatanya seperti perbuatan para ‘diktator’.” (HR. Dailamy)
Kata “pakaian” dalam hadis tersebut dapat mencakup dalam arti sebenarnya (hakiki) maupun kiasan (majazi). Pertama, kritik terhadap orang-orang yang berpenampilan dan/atau berprofesi sebagaimana penampilan dan/atau profesi para Nabi, namun perilakunya justru bertolak belakang dengan pakaian dan/atau profesinya tersebut.
Kedua, kritik terhadap orang-orang yang melakukan ritual ibadah maghdah yang dilakukan para Nabi untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, namun ibadahnya tersebut tidak berbanding lurus dengan perilaku sosialnya. Apapun makna yang digunakan, kedua arti yang dikandung Hadis tersebut, yang jelas merupakan sebuah kritik sosial.
Hadirin Sidang Jumat yang Dimuliakan Allah Swt.
Adanya keharusan akan kesesuaian ibadah- ibadah mahdhah dengan perilaku sosial juga tergambar dengan banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat “doktrin teologis mengenai hubungan manusia dengan Tuhannya” yang berdampingan dengan ayat-ayat sosial mengenai hubungan manusia dengan sesamanya.
Contoh yang populer misalnya adalah penyebutan perintah shalat dalam al-Qur’an (yang diartikan sebagai manifestasi dari hubungan dengan Tuhan) yang berdampingan dengan perintah zakat (yang merupakan perwujudan dari hubungan dengan sesama manusia). Sedikitnya ada 24 kali al-Qur’an penggandengan dua perintah ini dalam ayat yang berbeda (aqiymus shalaat waatuz zakaat) dirikan shalat dan tunaikan zakat.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa bergandengannya kewajiban salat dan perintah zakat dalam al-Quran memberikat isyarat bahwa semestinya Allah swt tidak akan menerima salah satu, dari salat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Misalnya seperti perkataan Abdullah bin mas’ud, “Kalian diperingatkan mendirikan shalat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalatnya baginya”
Bahkan secara lebih tegas dikatakan oleh Yusuf Qardhawi sangat ekstrim bahwa zakat dapat berfungsi sebagai pembeda antara keislaman dan kekafiran, antara keimanan dan kemunafikan, serta antara ketaqwaan dan kedurhakaan. Artinya, representasi keberimanan seseorang tidak hanya diukur dari ibadah mahdhah yang dilakukannya, namun juga tergambar dari perilaku sosialnya.
Hal ini selajan dengan apa yang dinyatakan dalam al-Qur’an bahwa seorang mukmin yang tidak mengeluarkan zakat tidak ada bedanya dengan orang musyrik.
الَّذِيۡنَ لَا يُؤۡتُوۡنَ الزَّكٰوةَ وَهُمۡ بِالۡاٰخِرَةِ هُمۡ كٰفِرُوۡنَ ٧
“..dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,* (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Fushshilat: 6-7)
Contoh lainnya adalah ketika al-Qur’an berbicara tentang kelompok yang disebutkan sebagai orang-orang yang mendustakan agama dalam QS. al-Ma’un.
Al-Ma’un artinya adalah bantuan penting. Kandungan dalam surat Al-Ma’un, kita diharuskan untuk tidak mendustakan agama, tidak menghardik anak yatim, dan perlu memberi makan anak yatim.
- اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? - فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ –
maka itulah orang yang menghardik anak yatim - عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ –
dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
Kelompok tersebut bukan saja mereka yang shalatnya atau hubungan dengan Tuhannya lalai, namun juga termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang hubungan sosialnya tidak baik (seperti mengabaikan anak yatim).
Demikianlah khutbah yang singkat ini. Semoga kita semua dapat memperbaiki ibadah maghdah kita, sekaligus rajin melaksanakan ibadah sosial dengan membantu sesama, khususnya saudara kita para Mustahik. Semoga insyaa Allah kita semua diberikan umur panjang, keberkahan dan keluasan rejeki, kesuksesan, dan keselamatan di dunia dan akhirat, aamien YRA.
Terima kasih atas segala perhatian, dan mohon maaf atas segala kekurangan.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلْ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
‐————–
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا
اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ .
عباد الله، ان الله يأمر بالعدل والاحسان وايتاء ذي القربي وينهي عن الفحشاء والمنكر والبغي لعلكم تذكرون فاذكروا الله العظيم يذكركم واسألوه من فضله يعطكم ولذكر الله اكبر
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.