Jumat, Februari 7, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaKhutbahInfaq dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat

Infaq dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat

Oleh : Prof. Dr. H. Muslimin Kara, MA.

Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah SWT.

SALAH satu ajaran penting dalam Islam adalah sikap kedermawanan (filiantropi) yang diartikan sebagai sikap kedermawanan, kemurahatian, atau sumbangan sosial, atau sesuatu yang menunjukkan cinta kepada manusia. Sikap kedermawanan itu ditumbuhkan antara lain dengan cara memberikan sebagian harta kita kepada mereka yang membutuhkan, terutama fakir-miskin, baik dalam bentuk zakat ataupun infaq dan shadaqah. Yang perlu kita sadari bersama adalah bahwa kesediaan berzakat, berinfaq atau bershadaqah merupakan ciri utama akhlaq orang yang bertaqwa.

Infaq sebagai salahsatu instrumen vital dalam sikap kedermawanan memainkan peran penting dalam upaya pemberdayaan ekonomi umat. infaq adalah mendermakan atau memberikan rezeki (karunia) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas karena Allah SWT, ia berbeda dengan zakat sebagai kewajiban bagi umat Islam.  Allah swt menjanjikan kepada setiap orang yang beriman, yang mau infaq dan sedekah di jalan Allah maka Allah akan melipatgandakan harta yang diinfaqkan itu. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 245:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).

Pada ayat ini infaq merupakan benteng pengaman bagi kehidupan sosial kemanusiaan, baik terhadap dirinya dan terhadap harta yang dimiliki. Terhadap dirinya infaq akan membersihkan noda-noda jasmani dan noda sosial, dan terhadap hartanya  akan suci dan berkembang penuh keberkahan.

Dalam hadisnya, Rasulullah saw. menegaskan:

“Tidaklah para hamba berada di pagi hari, melainkan pada pagi itu terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak”, sedang yang lain berkata, “Ya Allah, berikanlah kebinasaan (harta) kepada orang yang menahan (hartanya)….” (HR. Bukhori)

Sikap kedermawanan dalam bentuk Infaq memiliki korelasi dengan pemberdayaan ekonomi umat. Dimana Islam senantiasa mendorong umatnya untuk membangun dan menumbuhkan sikap kedermawanan, sikap kepedulian terhadap kehidupan orang lain, sikap empati, yakni turut merasakan apa yang dirasakan orang lain, terutama orang-orang yang lemah. Agama Islam sangat membenci siapapun yang tidak memiliki sikap dan budaya kepedulian kepada orang lain, khususnya pada anak-anak yatim. Mereka dikategorikan sebagai orang-orang yang mendustakan agamanya. Bahkan Allah swt mengecam dan mengancam dengan siksaan api neraka kepada orang-orang Islam yang rajin melakukan salat jika mereka tidak mempunyai kepedulian kepada orang lain. Dalam al-Qur’an surat al-Ma’un (107): 1-7, Allah berfirman:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ(1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيم َ(2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3 فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ(5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan  enggan (menolong dengan) barang berguna.

Ayat tersebut secara gamlang menjelaskan bahwa orang-orang yang mendustakan agama adalah; pertama orang-orang yang menghardik anak yatim (يَدُعُّ الْيَتِيمَ). Dalam maknanya yang luas, anak-anak yatim adalah rakyat kecil yang lemah dalam segala hal. Artinya pendusta agama ialah orang yang selalu menindas orang-orang lemah, mereka yang tidak mempunyai pelindung. Kebijakan-kebijakan ekonomi hanya berpihak pada kepentingan elite penguasa dan para pengusaha kelas kakap dan melupakan nasib para pengusaha lemah dan rakyat jelata; keputusan-keputusan hukum hanya menjerat si rakyat kecil, tidak menyentuh “orang-orang besar” dan bahkan mereka dilindungi dengan keputusan-keputusan hukum. Semua itu merupakan orang-orang yang mendustakan agama.

Kedua, adalah orang-orang yang tidak mempedulikan makanan orang miskin (وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ). Mereka hanya sibuk dengan kepentingan pribadinya masing-masing, melupakan kepentingan rakyat banyak yang tengah dihimpit oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan. Mereka yang hanya mengurus bagaimana mempertahankan posisi dan jabatanya serta melupakan tugasnya untuk mencari solusi yang terbaik agar keluar dari krisis ekonomi. Tugas utamanya telah ia lalaikan dan itulah pendusta agama.         

Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah SWT.

Ada 3 sikap yang perlu dilakukan umat Islam dalam rangka memperkuat ekonomi umat:

  1. Memperkuat nilai-nilai keimanan dan keislaman dalam kehidupan dan praktek ekonomi umat Islam.

Islam adalah agama yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan dunia adalah bagian dari perjalanan menuju kehidupan akhirat. Hal itu ditegaskan Allah SWT dalam Surah al-Qashash ayat 77.

Demikian juga dalam hadis Nabi: “Bekerjalah utk kehidupan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya; dan bekerjalah utk akhiratmu, seakan-akan kamu akan  meninggal besok”. Meski demikian, manurut Nurcholish Madjid, ajaran Islam bisa membedakan mana aspek yang menyangkut urusan dunia, dan mana aspek akhirat.

Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang menyeimbangkan antara kepentingan individu dan kepentingan umum, kepentingan privat dan kepentingan publik. Sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang terlalu menekankan aspek kepemilikin pribadi sedangkan sosialisme menafikkan kepemilikan pribadi, semuanya milik publik. Dalam ekonomi Islm, hal2 yang menjadi kepentingan umum, hajat hidup orang banyak, tidak bisa dimiliki secara pribadi harus dikelola oleh negara agar terhindar dari monopoli dan penguasaan secara individu. Bahkan negara dalam kondisi tertentu, misalnya mengalami defisit anggaran dan tidak mampu utk membiayai anggaran negara maka negara bisa mengambil harta orang kaya utk membiayai kebutuhan negara.

Islam ada agama yang menempatkan materi secara proporsional, materi penting dalam kehidupan manusia, namun dalam Islam, materi bukan “satu-satunya” ukuran dalam kehidupan manusia. Berbeda dengan Kapitalisme dan Sosialisme yang menjadi materi sebagai hal paling fundamental dalam kehidupan manusia, maka bagi mereka materialism merupakan ciri dari filsafat ekonominya. Dalam Ekonomi Islam, materi merupakan sarana utk mengabdi kepada Allah swt, bukan tujuan dalam kehidupan ini.

  • Membangun semangat dan mendukung perekonomian di kalangan umat Islam.

Ekonomi menjadi hal penting bagi kelangsungan Islam dan kehidupan umat Islam, ekonomi menjadi salah satu fondasi dalam pengembangan umat dan dakwah Islam. Kelangsungan dakwah Rasulullah saw pada msa kenabian didukung dengan kekuatan ekonomi, Nabi sendiri adalah seorang pedagang, sejak beliau masih remaja sudah berdagang antar daerah bahkan antar negara, sampai ke negeri Syam (Syiria sekarang). Rasulullah juga didukung oleh para suadagar kaya ketika itu, Istri beliau, Khadijah RA dan para sabahat2 beliau seperti Usman bin Affan, adalah para pelaku bisnis.

Islam disebarkan ke belahan dunia, khususnya di Indonesia, dilakukan melalui perdagangan. Ulama-ulama pendakwah Islam di Nusanatara, disamping sebagai penyebar agama Islam, mereka adalah para pedagang “ulung”.

As-Syatibi, menempatkan harta sebagai bagian penting dalam kehidupan manusia. Menjaga harta (hifd al-Mal) menjadi salah satu dari al-dhoririyyah al-Khamsah (lima yang pokok yang harus ada/dijaga pada diri manusia), yaitu: Hifd al-Din, Hifd al-Aql, Hifd al-Nafs, Hifd al-Nasab, dan Hifd al-Mal.

Untuk itu umat Islam harus:

  • Menjadi pelaku ekonomi bukan hanya sekedar obyek ekonomi
  • Menjadi produsen dalam ekonomi bukan hanya konsumen dari produk orang lain
  • Umat Islam perlu belajar dan memulai melakukan bisnis dan meninggalkan budaya malas dan boros dalam kehidupan ekonomi.
  • Umat Islam harus memperkuat jaringan bisnis dan mendukung  bisnis di antara umat Islam, bersaing secara sehat dengan semangat saling menguntungkan bukan merusak dan merugikan sesame pengusaha muslim.
  • Bila perlu kalau dibutuhkan dalam rangka memperkuat strategi bisnis di kalangan umat Islam, “Buy Muslim First” perlu dipertimbangkan, dengan semangat menghindarkan diri dari perpecahan dan permusuhan antara sesama anak manusia.
  •  Membangun Semangat dan Mendukung Gerakan Pemberdayaan Umat.

Islam adalah agama yang mendorong umatnya utk memberdayakan orang lain. Orang yang tidak peduli kepada orang lain, khususnya kepada orang-orang fakir miskin  dan anak-anak yatim dianggap sebagai pendusta agama, dan diancam dengan siksaan api neraka. Surah al-Ma’un menggambarkan itu semua. Demikian juga dalam Surah al-Baqarah: 280, Allah swt menegaskan:  “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. Albaqarah [2]: 280).
Dalam Hadis Nabi menegaskan: “Tangan di atas (memberi sedekah) lebih mulia dari pada tangan di bawah (meminta sedekah)”

Salahsatu problem dalam kehidupan ekonomi, termasuk dalam kehidupan ekonomi umat Islam yaitu bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan pribadi utk mendapatkan keuntungan ekonomi dan lainnya dengan semangat memberdayakan orang lain. Dibutuhkan keimanan dan kesadaran akan tanggungjawab kita terhadap kelangsungan kehidupan orang lain.

Umat Islam perlu mengembangkan social enterprise (perusahaan social), yaitu sebuah ide yang menggabungkan antara konsep dasar bisnis yakni mencari keuntungan (profit) dengan kewajiban kita membantu orang lain/lingkungan sekitar. Hasil yang diperoleh dalam aktifitas yang dilakukan usaha bisnis tsb dimanfaatkan sebesar-besarnya utk mendanai program pemberdayaan umat.

Untuk itu, Lembaga sosial Islam, seperti masjid, Lembaga Pendidikan Pesantren, Panti Asuhan, Ormas-ormas Islam, perlu memiliki dan mengembangkan unit bisnis utk mendapatkan dana bagi pengembangan umat. Lembaga-lembaga Islam tidak hanya sekedar mengaharpkan bantuan/kebaikan dari orang lain (jamaah) untuk mendapatkan dana operasional dan pengembangannya dalam melakukan perberdayaan umat, tapi memiliki income benefit sendiri dari usaha-usaha bisnis yang dilakukannnya. Apa yang dilakukan oleh Al-Azhar Kairo, Pesantren Gontor Ponorogo dan beberapa Lembaga Pendidikan dan ormas lainnya di Indonesia menjadi pembelajaran bagi umat Islam.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ اْلكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments