By Khatib : Hamid Awaludin
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
الحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ
فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Hadirin wal Hadirat Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar ayat 1-3:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Hari ini, umat Islam sejagat mengumandangkan lafaz “Allah Maha Besar,” membahana dan menggetarkan. Sebuah maklumat bathin yang mengakui betapa kecilnya arti manusia dibanding kebesaran Ilahi. Ini sebuah deklarasi sikap: manusia menyerahkan segalanya kepada Sang Pencipta, Allah Yang Maha Besar itu.
Hari ini kita memperingati Idul Adha yang secara semantik, berakar dari kata “qurb” berarti dekat. Sementara imbuhan “an” berarti sempurna. Hari ini, tiap Muslim diwajibkan untuk berqurban, yang berarti, mendekatkan diri pada Tuhan. Hanyalah orang yang dekat pada Tuhan yang bisa menjalankan perintah qurban. Lantaran itulah, berqurban berarti mengagungkan, membaktikan diri dan menunjukkan kesetiaan pada Allah SWT. Itulah kedekatan yang hakiki dari seorang hamba pada Tuhan.
Suasana bathin seperti itu, diekspresikan oleh Chrisye dalam senandung religinya:
Bila kujauh dari-Mu
Akan kutempuh semua perjalanan
Agar selalu ada dekat-Mu
Biar kurasakan lembutnya kasih-Mu
Dalam sejarah keberadaan manusia di muka bumi ini, ritual qurban atau sesembahan, sesajian, telah berlangsung ribuan tahun ke belakang. Masyarakat kuno sudah mulai mempraktekkan sesembahan tersebut. Namun, qurban mereka adalah manusia. Mereka mempercayai bahwa berqurban dengan menggunakan manusia, itu adalah cara menyenangkan Tuhan dan menghindari pelbagai malapetaka.
Kita lihat misalnya, bangsa Mesir kuno telah mempraktekkan sesembahan berupa gadis cantik yang dibuang ke sungai Nil, sebagai simbol kepatuhan kepada dewa. Bangsa Maya dan Meksiko yang disebut sebagai Mesoamerica, juga mengurbankan manusia sebagai sesembahan kepada dewa matahari. Bila tidak, maka matahari enggan mengeluarkan cahayanya, dan dunia pun berahir.
Bangsa Yunani juga memiliki kepercayaan yang sama. Bangsa Jepang di era kuno, mempersembahkan manusia dengan cara mengubur hidup-hidup dalam bangunan, untuk menjaga agar bangunan tersebut tidak runtuh. Bangsa Peru dan Kolumbia kuno, mengurbankan gadis perawan dan anak-anak sebagai sesembahan kepada dewa.
Bangsa-bangsa Viking di Skandinavia sana di masa silam, mengorbankan justeru pemuka agama demi agama yang diyakininya. Pemuka agama diikat di pohon, lalu dilempari lembing.
Kesimpulannya, sesembahan dengan mengurbankan manusia di masa kuno, dilakukan dengan motif: menyembah para dewa, menolak bencana alam, memenangkan perang, dan loyalitas pada penguasa.
Motif terahir ini acapkali dikategorikan sebagai retainer sacrifice di mana para pembantu atau loyalis, dibunuh dan dikebumikan bersama raja atau pemimpin, sebagai tanda loyalitas.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia
Praktek menjadikan manusia sebagai instrumen qurban, berahir setelah Nabi Ibrahim A.S muncul.
Tuhan memerintahkan Nabi Ibrahim melalui mimpi agar ia menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Ibrahim patuh pada Tuhan. Ismail juga pasrah dan patuh. Kepatuhan mereka telah terbukti, lalu Tuhan mengganti Ismail dengan seekor kibas.
Makna terdalam dari peristiwa ini, ialah, Ibrahim berhasil mendidik anak untuk memiliki tingkat ketaqwaan atau akidah, sama dengan dirinya: patuh pada perintah Ilahi. Dalam kehidupan kita sehari-hari, tak jarang orang tua sukses buat diri mereka, tetapi anak-anak mereka gagal.
Orang tua acapkali cemerlang dan surplus dalam kisah sukses, tetapi defisit sukses bagi anak-anak mereka. Ibrahim sukses menurunkan nilai-nilai yang ia miliki. Kita patut mencontoh ini.
Kisah berikut patut kita renungi, bagaimana seorang anak patuh dan mengagumi ayahnya. Putri Ariani, remaja negeri yang menggegerkan dunia karena talentanya: bernyanyi dan membuat lagu. Kendati ia menyandang difabel netra, tapi hati dan bathinnya terang benderang, menyinari dunia.
Ia menyihir dan mempesona. Ia menggambarkan kuatnya rasa sandaran dirinya pada orang tuanya, terutama ayahnya, dan mengekspresikan cintanya lewat lirik lagu yang dinyanyikannya:
Engkau tak pernah terlihat lelah
Meski kutahu berat bebanmu
Semua kau lakukan untuk aku
Semua kau lakukan untuk kita
Izinkanlah aku menyanyikan lagu ini
Meski tak sebanding dengan
Kasih dan sayangmu
Teringat jelas masa kecilku
Apa pun itu kau di sampingku
Membuat aku merasa kuat
Membuat aku merasa hebat
Namun betapa aku menyayangimu
Seumur hidupku
Selama-lamanya
Untuk ayahku
Untuk ayahku
Hadirin dan Hadirat Yang Berbahagia
Pesan moral berikutnya dari aktivitas berqurban, adalah, Tuhan sangat menyayangi ciptaan-Nya yang bernama manusia. Tuhan tidak menghendaki manusia dijadikan tumbal atau sesembahan ritual keagamaan, sama dengan bangsa-bangsa kuno sebelumnya. Tuhan tidak menghendaki manusia dikorbankan atas nama diri-Nya. Karena itu, Tuhan mengganti Ismail menjadi seekor domba.
Rasa kepenyayangan Tuhan terhadap manusia dilukiskan oleh para ulama bahwa “Kemanusiaan harus mendahului keberagamaan” (Humanity goes beyond religiousity). Tuhan berkeinginan agar hamba-Nya selalu menyembah diri-Nya, tetapi jangan pernah mengurbankan ciptaan-Nya yang bernama manusia, untuk diri-Nya.
Tuhan dalam firman-Nya pada Surah ke 17 Al Isra ayat 70 mengatakan:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا
“Dan sesungguhnya kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”
Beginilah penegasan sikap Tuhan tentang manusia yang diberi-Nya kemuliaan. Jangan korbankan manusia lagi.
Hadirin dan Hadirat Yang Berbahagia
Pelajaran berikutnya, penyembelihan seekor domba adalah sebuah tamzil yang menegaskan agar manusia menyembelih sifat-sfat kebinatangan yang tamak, mau menang sendiri, tidak peduli dengan yang lain, ganas, licik, memiliki kepura-puraan untuk menipu dan menelikung, dan sebagainya. Sifat-sifat kebinatangan tersebut itulah yang kita simpulkan sebagai perilaku tak berahlak. Bukankah misi utama Nabi Muhammad SAW diutus Tuhan untuk memperbaiki ahlak manusia?
Agenda ini ini sengaja saya angkat, mengingat, kita kini memasuki bulan-bulan politik di mana kita acapkali menyaksikan perilaku tak berahlak, mewarnai lanskap politik kita. Ada-ada saja orang yang menyingkirkan lawan politiknya dengan cara mencekik lawan dengan kecambah fitnah, menyikut tanpa ampun, mengkriminalisasi, menutup peluang agar calon lawan tidak masuk dalam gelanggang pertandingan, memakai tangan orang lain untuk membungkam lalu berpura-pura tidak tahu soal.
Partai politik sebagai institusi sakral untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan, dipaksa untuk dijadikan bazar pelelangan calon pemimpin, yang tunduk dengan mekanisme pasar, supply and demand. Penawar tertinggi yang bisa sontak jadi kader, kendati tiada jejak ke belakang. Idealisme, moral, etika, ideologi dan visi, harus ditaklukkan dengan kuasa uang serta kuasa kekuasaan yang rakus.
Pendek kata, hamparan fakta yang kita saksikan sekarang, ada-ada saja orang yang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Semua perilaku yang tidak dilandasi dengan ahlakul karimah, akan berahir dengan ketidakadilan. Tuhan sendiri sedari awal sudah menegaskan: “Janganlah kebencianmu pada sebuah kaum, membuat kamu berlaku tidak adil.”
Hadirin dan Hadirat Yang Berbahagia
Pesan terahir dari penyelenggaaraan qurban, adalah membangun rasa solidaritas sesama manusia, sesama hamba Allah. Dimensi sosial sangat mengental dalam hal ini. Distribusi daging kepada sesama, adalah ihtiar untuk membagi rasa bahagia dan membagi beban.
Qurban adalah instrumen kohesi sosial untuk kehidupan yang teduh, kehidupan yang nyaman bagi semua. Qurban adalah semen perekat, jangkar penahan ombak agar kapal kohesi tidak oleng. Qurban adalah gundukan tanah yang menimbun jurang sosial yang menganga lebar. Qurban adalah pemecah gelombang air yang setiap saat datang menghempas dan menggulung. Qurban adalah sebuah jembatan sosial yang menghubungkan silaturrahim yang mungkin mulai retak, silaturrahim yang menunjukkan gelagat rapuh.
Dari perspektif ini, Tuhan tidak mau mengorbankan manusia, tetapi berkorbanlah untuk manusia. Dengan qurban, kita semua bisa menunjukkan betapa hormat kita pada manusia, betapa kasihan kita kepada manusia, dan karena itulah kita membantu. Kita tidak boleh mengorbankan hak-hak manusia.
Memberi qurban sama sekali tidak membuat Anda jatuh miskin, malah membuat Anda kian kaya karena banyak teman. Anda memberi qurban kepada orang lain, yang sesungguhnya terjadi, Anda jugalah yang menikmati qurban itu.
Bila hujan deras datang mengguyur, drainase tak kuasa lagi menampung derasnya air, malah sudah membobol dan meluap, membuat seluruh rumah kebanjiran. Perkaranya hanya sederhana, telah terjadi tumpukan sampah yang menyumbat kanal.
Lalu, secara ikhlas Anda meluangkan waktu sedikit untuk berkorban, berbasah kuyup sejenak untuk menyingkirkan sampah-sampah yang menyumbat itu. Hasilnya fantastis. Dalam waktu sekejap, air mengalir lancar, rumah-rumah penduduk pun terhindar dari petaka banjir. Termasuk rumah Anda. Anda berkorban waktu dan basah kuyup sejenak, tetapi Anda membantu puluhan ribu penduduk yang sudah gelisah tak menentu, kapan dan mengapa air datang menghancurkan mereka. Anda juga sudah terhindar dari amukan air. Qurban untuk orang lain, juga untuk diri sendiri.
Hadirin-Hadirat Yang Berbahagia
Berqurban, singkat kata, adalah ikhtiar serius untuk mendekatkan diri pada Allaw SWT. Berqurban berarti mematuhi perintah-Nya, mengakui kebesaran-Nya, tempat kita semua bersandar. Jalaluddin Rumi, sang Sufi dan penyair itu melantunkan syair religinya yang menggambarkan betapa dalam rasa keterikatan dan ketergantungannya pada Sang Pencipta:
Hidup tanpa Engkau adalah sebuah pelanggaran
Tanpa Engkau, kehidupan macam apa kujalani
Wahai cahaya hidupku, setiap kehidupan berlalu
Tanpa Engkau, berarti kematian
Itulah makna hidupku
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ َأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
KHUTBAH KEDUA:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ .
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ وأشهدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ .
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
Ya Allah, Ya Rabbi, ampunilah segala dosa orang tua kami. Masukkanlah mereka ke dalam surgamu. Tanpa mereka, siapa dan apalah kami ini?
Ya Allah, Ya Rabbi, ampunilah segala dosa dan kesalahan kami dan saudara-saudari kami, kaum Muslimin dan Muslimat semua. Dan tolong kami dijasdikan hamba yang pandai bersyukur. Tanpa pengampunan-Mu, ya Allah, entah kami jadi apa?
Ya Allah, Ya Tuhan kami. Hanya kepada Engkaulah kami meminta, bukan kepada yang lain-lain. Jauhkanlah kami dari segala musibah, ancaman dan marah bahaya.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ