Oleh: Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag
BERAGAM cara yang dilakukan dalam menyikapi bulan Rabi’ul Awwal sebagai bulan kelahiran Rasulullah saw. Bagi masyarakat Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan, bulan Rabi’ul Awwal merupakan momentum untuk merayakan Maulid Nabi Muhammad saw. Menurut catatan sejarah, beliau dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah bertepatan dengan 20 April 571 M.
Namun, perayaan maulid Nabi Muhammad saw masih menimbulkan polemik di kalangan umat Islam sendiri. Sebagian derpandangan bahwa perayaan Maulid tersebut menunjukkan kecintaan kepada beliau dan sebagai momentum untuk mengulang dan mengenang perjalanan hidup beliau dalam mendakwahkan Islam dan sebagian berpandangan sebagai suatu yang diada-adakan dan termasuk bid’ah.
Apa hikmah atas kelahiran Nabi Muhammad saw???
Landasan
Rasulullah saw. sebagai rahmat yang bersifat universal, Allah swt. berfirman:
وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ
“Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Rasulullah saw. memiliki sifat rahim, QS al-Taubah/9:128, berbunyi:
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌۭ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌۭ رَّحِيمٌۭ
Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah rahmat, QS Yunus/10:57, berbunyi:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ لِّلْمُؤْمِنِينَ
Pembahasan
Ibnu Faris dalam Kitab Mu’jam Maqatis al-Lugha menulis bahwa kata rahmat berakar dari huruf-huruf ra, ha, dan mim, pada dasarnya mengandung arti kelembutan (al-raqqah), simpati (al-‘athf), dan belas kasih (al-ra’fah).
Pakar tafsir M Quraish Shihab membedakan makna rahmat pada makhluk dan rahmat pada Allah. Rahmat pada makhluk berarti rasa pedih melihat ketidakberdayaan pihak lain sehingga mendorongnya untuk membantu mengatasi ketidakberdayaan itu. Sementara rahmat Allah adalah limpahan karunia atau anugerah positif.
Salah satu bentuk rahmat Allah SWT adalah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi semesta alam. Satu-satunya nabi yang disebut rahmat (Rahim) adalah Nabi Muhammad SAW (QS at-Taubah [9]: 128). Syekh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menulis, Rasulullah sebagai rahmat karena ia membawa syariat Alquran, petunjuk, dan hukum-hukumnya.
Seluruh totalitas Nabi SAW adalah rahmat, baik sikap, ucapan, dan perbuatannya. Ajaran beliau juga rahmat. Hal ini relevan dengan pernyataan ‘Aisyah RA, “Wa kana khuluquhul quran” (akhlak Nabi SAW adalah Alquran). Artinya, seluruh perilaku Rasulullah saw adalah contoh implementasi kandungan Al-Qur’an yang menjadi sumber kerahmatan yang bersifat universal. Hanya saja, apa yang telah dilakukan oleh beliau ada yang bersifat “permanen” dan ada pula yang berkembang sehingga membutuhkan kajian untuk menemukan “maqashid al-hadis”nya sebagai dasar menentukan bentuk implementasinya.
Sementara Alquran merupakan rahmat bagi setiap mukmin (QS Yunus [10]: 57). Ibn Katsir menulis, “Siapa saja yang menerima rahmat ini, dan mensyukuri nikmat ini, maka ia akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, siapa saja menolaknya dan mengingkarinya, maka ia akan merugi di dunia dan di akhirat.” Maka bersyukurlah sebagai umat Nabi Muhammad SAW dengan meneladannya menyebar rahmat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti yang diajarkan dan dicontohkannya.
Dalam berkeluarga, misalnya, rahmat atau kasih sayang menjadi modal penting untuk mewujudkan keluarga Sakinah (QS ar-Rum [30]: 21). Rahmat dalam keluarga menjadi perisai dari kasus KDRT yang merusak keharmonisan suami istri dan berdampak buruk pada mentalitas anak-anaknya. Mendidik anak saleh mesti berbasis rahmat. Mendidik anak dengan kekerasan, hanya akan mengeraskan hati mereka. Dengan demikian, rahmat atau kasih sayang menjadi modal penting untuk mewujudkan keluarga Sakinah.
Dalam menjalin hubungan sosial, harus mempererat silatuahim. Sabdanya: “Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim).” (HR. Bukhari). Jangan merusak persaudaraan dengan ghibah, namimah, dan menyebar fitnah. Jika ada saudaranya bersalah, beri nasihat atau kritik berbasis kasih sayang, bukan dengan rasa kebencian dan penghinaan. Demikian juga pada aspek yang lain. Taufiq Ismail dalam gubahannya menyatakan:
Rasul menyuruh kita mencintai yatim piatu; Rasul sendiri waktu kecil tanpa ayah, tiada ibunda; Mencintai anak yatim piatu adalah mencintai Rasul kita.
Rasul menyuruh kita mencintai orang miskin; Rasul sendiri tanpa harta, dia lelaki yang sungguh miskin; Mencintai orang miskin adalah mencintai Rasul kita.
Rasul menyuruh kita mencintai orang lapar; Rasul sendiri ketat ikat pinggangnya, tak pernah longgar; Mencintai orang lapar adalah mencintai Rasul kita
Rasul menyuruh kita santun dalam beda pendapat; Rasul sendiri tidak marah bila beliau di debat; Santun dalam beda pendapat adalah …. bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.
Namun, mengapa masih sering kita dengarkan penolakan terhadap apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnahnya. Buya Syafii Ma’arif (Al-Marhum) pernah menyatakan “Islam menjadi sesuatu yang tersandera karena ditelikung (diikat kaki dan tangan-Jawa) oleh kelompok elite umatnya sendiri yang telah berhenti berfikir kreatif. Akibatnya, agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw ini telah berubah menjadi fosil, membeku, tidak lagi menawarkan solusi bagi penyelesaian masalah-masalah sosial kemanusiaan.
Adapun diktum al-Qur’an tentang misi kenabian sebagai “rahmat bagi alam semesta” (QS. al-Anbiyâ’: 107) telah menjadi hampa di tangan elite Muslim yang tuna kejujuran, tuna kreativitas, dan tuna inisiatif. Meskipun diktum ini masih dikutip berulang-ulang oleh berbagai kalangan, tetapi tanpa pemahaman yang benar dan dalam. Diktum ini telah kehilangan dinamika pemahaman yang segar akibat telikungan yang demikian dahsyat dalam baju teologis, faham politik, sukuisme, dan sektarianisme.
Oleh karena itu, perlu melakukan tadabbur terhadap ajaran yang dibawa oleh beliau (Al-Qur’an dan Hadis Nabi) secara terbuka, integratif, interkoneksi serta komporehensif, sehingga hal-hal yang bersifat ultra fundamental maupun ultra liberal dan tampak bertentangan dengan misi kerasulannya sebagai “rahmat yang universal” dapat terselesaikan dengan benar, baik, dan bagus.
Khatimah
Untuk membuktikan kerahmatan Nabi Muhammad saw dalam kehidupan kita, mari berkomitmen mengenal dan memahami dengan benar, baik, dan bagus diri dan ajaran Nabi Muhammad SAW, baik Al-Qur’an maupun Sunnahnya lalu meneladani akhlaknya dalam berbagai aspek kehidupan serta mencintainya. Nashrun min Allah wa Fath al-Qarib wa Basysyiril Mu’minin.