Rabu, Oktober 16, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaKhutbahKHUTBAH JUMAT: PETUNJUK NABI MUHAMMAD SAW. DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN

KHUTBAH JUMAT: PETUNJUK NABI MUHAMMAD SAW. DALAM MENGENTASKAN KEMISKINAN

Oleh : Prof. Dr. H. Muslimin Kara, MA.

SALAH satu problem yang dihadapi umat Islam, termasuk umat Islam di Indonesia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan adalah problem yang selalu menghantui setiap kehidupan umat manusia di seluruh dunia dan merupakan masalah multidemensional yang berkaitan dengan berbagai sudut kehidupan manusia. Munculnya berbagai macam masalah di belahan dunia, baik Barat maupun Timur lebih banyak disebabkan oleh problem ekonomi atau kemiskinan. Islam pun menanggapi   kemiskinan sebagai musibah dan bencana yang harus memohon perlindungan kepada Allah SWT atas kejahatan yang tersembunyi di dalamnya. Jika kemiskinan itu semakin merajalela, maka ini akan     menjadi kemiskinan yang mampu membuatnya lupa kepada Allah dan   juga rasa sosialnya terhadap sesama. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 268:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Artinya: Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:   كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا  Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”
Hadits tersebut setidaknya memiliki 3 makna sebagai berikut:  

Pertama, orang-orang miskin harus selalu hati-hati atau waspada terhadap kemiskinannya.

Kedua, sebagai peringatan kepada orang kaya-kaya bahwa kemiskinan yang dialami saudara-saudaranya yang miskin dapat mendorognya kepada kekufuran, baik kufur dalam arti murtad atau ingkar akan adanya Tuhan maupun kufur dalam arti ingkar terhadap perintah dan larangan Allah SWT.

Ketiga, sebenarnya kemiskinan itu ada dua macam, yakni kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Yang dimaksud kemiskinan material adalah keadaan kurang atau miskin dari harta benda duniawi. Sedangkan yang dimaksud kemiskinan spiritual adalah kemiskinan yang tidak ada kaitannya dengan kekurangan harta benda duniawi, tetapi terkait dengan kurangnya akan iman atau jiwa.

Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah SWT.

Ada 3 hal penting yang dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan di kalangan umat Islam berdasarkan pada petunjuk Nabi SAW, yaitu:

  1. Membangun Etos Kerja di Kalangan Umat Islam.

Islam memandang bahwa kemiskinan bukan hanya sekedar ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan   dasar   akan   tetapi   kemiskinan merupakan   salah   satu   masalah   kultural dimana  seseorang  menjadi  miskin  karena perilaku   buruknya   seperti   malas   untuk bekerja  dan  berusaha. Untuk itu Islam menganjurkan umat Islam untuk bekerja sekuat-kuatnya untuk urusan dunia dan akhirat. Dalam QS. al-Qashash (28): 77; Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi …. Demikian juga dalam Hadis NABI Saw, beliau menegaskan: “Bekerjalah untuk urusan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk urusan akhiratmu seakan-akan kamu akan meninggal besok”.

  Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah SWT

2. Membangun Semangat Kedermawanan/Filantropi di Kalangan Umat Islam

Filiantropi diartikan sebagai perilaku kedermawanan, yaitu kesadaran untuk memberi dalam rangka mengatasi kesulitan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat secara luas dalam berbagai bidang kehidupannya. Filantropi adalah bagian dari ibadah al-maaliyyah al-ijtimaiyyah, yaitu ibadah di bidang harta yang memiliki posisi sosial yang sangat penting dan menentukan dalam kehidupan umat Islam. Filantropi dalam Islam seyogyanya dijadikan sebagai kebutuhan dan life style (gaya hidup) seorang Muslim. Praktik filantropi dalam tradisi Islam dimanifestasikan melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF).

Di Indonesia sesungguhnya Kedermawanan/Filiatropi adalah potensi kekuatan ekonomi umat yang belum tergarap secara optimal: Pertama, Umat Islam Indonesia memiliki modal sosial yang mendukung penguatan ekonomi umat, dimana semangat filantropi umat Islam Indonesia, menurut sebuah survei, tergolong tinggi. Sejauh ini filantropi telah banyak menjadi studi, kajian, penelitian dan mewarnai partisipasi masyarakat (civil society) dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Menurut survey dari World Giving Index, Indonesia masuk dalam 10 negara paling dermawan di dunia dalam 5 (lima) tahun terkahir yaitu 2015-2019, dan sempat menjadi negara paling dermawan pada tahun 2018. Kedua, potensi zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) yang belum dikelola secara baik dan dioptimalkan untuk penguatan ekonomi umat. Potensi Zakat Nasional yaitu233 Triliun, realisasi 10 Triliun. Penghimpunan baru 2% dari total ptensi yang ada. Potensi Waqaf, menurut Direktorat pemberdayaan wakaf kementerian Agama RI tahun 2020 bahwa tanah waqaf umat Islam sebanyak 391.096 lokasi yang tersebar seluruh wilayah Indonesia dengan luas tanah mencapai 52,398,33 Ha, dengan presentase 60,50% yang bersertifikat. Presentase pemanfaatan sebagi berikut: Masjid 44,18%, Musholla 28,43%, sekolah 10,65%, sosial lainnya 8,69%, makam 4,44%, dan Pesantren 3,58%. Sedangkan Potensi Waqaf Tunai 180 Triliun, terealisasi baru 200 M.

Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah SWT

Oleh karena kedermawanan/Filiantropi merupakan pilar penting dalam penguatan ekonomi umat, maka diperlukan langkah-langkah yang strategis dan kontinyu, antara lain melalui upaya:

Pertama, mari kita terus menerus melakukan edukasi dan sosialisasi kepada diri dan masyarakat kita tentang urgensi sikap filantropi dalam meraih kebahagiaan hidup dunia akhirat. Sarana filantropi dalam Islam, seperti kesadaran berzakat, berinfaq, bershadaqah, dan berwakaf memerlukan penguatan dan penaatan dalam pengelolaannya agar mencapai hasil yang diharapkan, yaitu berdampak terhadap kehidupan masyarakat luas.

Kedua, menguatkan peran dan manfaat badan atau lembaga yang bergerak di bidang filantropi, seperti Baznas, LAZ, dan yang lainnya agar semakin dipercaya oleh masyarakat dan mudah dijangkau oleh kalangan dhuafa. 

Ketiga, memperluas pemanfaatan dana filantropi di samping untuk hal-hal yang bersifat konsumtif dan sesaat, juga hal-hal yang bersifat jangka panjang dalam rangka memotong mata rantai kemiskinan, seperti biaya untuk pendidikan, kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan tempat tinggal yang layak, dan lain-lain.

Keempat, kerjasama dengan berbagai pihak agar gerakan filantropi ini menjadi gerakan bersama yang bersifat masif.

Para Hadirin, Jamaah Jum’at yang Dirahmati Allah SWT

  • Membangun Semangat dan Mendukung Gerakan Pemberdayaan Umat.

Islam adalah agama yang mendorong umatnya utk memberdayakan orang lain. Orang yang tidak peduli kepada orang lain, khususnya kepada orang-orang fakir miskin  dan anak-anak yatim dianggap sebagai pendusta agama, dan diancam dengan siksaan api neraka. Surah al-Ma’un menggambarkan itu semua. Demikian juga dalam Surah al-Baqarah: 280, Allah swt menegaskan: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Q.S. Albaqarah [2]: 280).
Dalam Hadis Nabi menegaskan: “Tangan di atas (memberi sedekah) lebih mulia dari pada tangan di bawah (meminta sedekah)”

Salahsatu problem dalam kehidupan ekonomi, termasuk dalam kehidupan ekonomi umat Islam yaitu bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan pribadi utk mendapatkan keuntungan ekonomi dan lainnya dengan semangat memberdayakan orang lain. Dibutuhkan keimanan dan kesadaran akan tanggungjawab kita terhadap kelangsungan kehidupan orang lain.

Umat Islam perlu mengembangkan social enterprise (perusahaan social), yaitu sebuah ide yang menggabungkan antara konsep dasar bisnis yakni mencari keuntungan (profit) dengan kewajiban kita membantu orang lain/lingkungan sekitar. Hasil yang diperoleh dalam aktifitas yang dilakukan usaha bisnis tsb dimanfaatkan sebesar-besarnya utk mendanai program pemberdayaan umat.

Semoga Allah swt merahmati dan meridhai apa yang kita lakukan sebagai bagian dalam pengabdian kita

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -
Google search engine

Most Popular

Recent Comments