Oleh : Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag.
Muqaddimah
Setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah,
كل مولود يولد على الفطرة;
memiiki potensi dan sifat keilahian; bahkan tercipta dari fithrah Allah (qs ar Rum/30:30). Bukankah setiap orang lahir setelah ia bersaksi, tatkala Allah bertanya:
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (qs Al A’raf/7:172).
Seiring dengan pertumbuhannya, manusia membutuhkan cara untuk menjaga kefithrahannya. Namun faktanya, hanya sedikit yang mampu atau mengetahui cara menjaga kefitrahan tersebut.
Bahkan yang terjadi justru sebaliknya, kebanyakan manusia mengabaikan kehadiran Allah dalam hidupnya. Misalnya, masih merajalelanya kebiasaan mencolok untuk menduduki suatu jabatan atau memperlancar urusan padahal kebiasaan ini hakekatnya adalah bentuk penghinaan atau mengadakan tandingan Allah sebagai Rabb. Itulah sebabnya “penyogok dan penerima sorotan tempat di neraka. Bukankah sifat riya bagian dari syirik yang hanya butuh pujian apalagi klu lebih dari itu.
Dalam pada itu, Allah swt mewajibkan kita beribadah kepadaNya, hakekatnya adalah untuk mentazkiyah diri kita, memelihara kefithrahannya. Beberapa sifat fitrawi atau karakter Islam yang dapat diraih dari ibadah puasa, antara lain adalah beriman dan bertaqwa; ikhlash beramal; jujur dan disiplin serta peduli dan empati
Landasan Teologis
1. QS. Ar-Rum/30: 30, berbunyi:
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّینِ حَنِیفࣰاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِی فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَیۡهَاۚ لَا تَبۡدِیلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَ ٰلِكَ ٱلدِّینُ ٱلۡقَیِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا یَعۡلَمُونَ
2. QS. Al Baqarah/2: 183, berbunyi:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَیۡكُمُ ٱلصِّیَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
3. QS al Zumar/39:10, berbunyi:
قُلۡ یَـٰعِبَادِ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمۡۚ لِلَّذِینَ أَحۡسَنُوا۟ فِی هَـٰذِهِ ٱلدُّنۡیَا حَسَنَةࣱۗ وَأَرۡضُ ٱللَّهِ وَ ٰسِعَةٌۗ إِنَّمَا یُوَفَّى ٱلصَّـٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَیۡرِ حِسَابࣲ
4. QS. Ali Imran/3:164, berbunyi:
لَقَدۡ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِینَ إِذۡ بَعَثَ فِیهِمۡ رَسُولࣰا مِّنۡ أَنفُسِهِمۡ یَتۡلُوا۟ عَلَیۡهِمۡ ءَایَـٰتِهِۦ وَیُزَكِّیهِمۡ وَیُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَـٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبۡلُ لَفِی ضَلَـٰلࣲ مُّبِینٍ
4. Hadis Nabi saw. Riwayat Imam Bukhari dari Abu Huraerah, berbunyi:
كلُّ مولودٍ يولَدُ على الفطرةِ فأبواه يُهوِّدانِه أو يُنصِّرانِه أو يُمجِّسانِه
5. Hadis Nabi saw Riwayat Imam Bukhari dari Abu Huraerah, berbunyi:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ
Pembahasan
1.Beriman
Berdasarkan qs al Baqarah:183, perintah puasa diserukan kepada org beriman. Hal ini mengisyaratkan bahwa puasa yang benar hanya dapat dilakukan oleh orang beriman. Keimanan kepada Allah swt sehati sejatinya menjadi kontrol setiap amal yang dilakukan.
Puasa yang dilandasi oleh keimanan akan nendatangkan ampunan dari Allah swt.
2. Bertaqwa
Hakekat ketaqwaan adalah kepatuhan atas perintah Allah dan RasulNya, baik perintah untuk melakukan sesuatu maupun untuk meninggalkan sesuatu.
Puasa melatih diri kita untuk menahan dan mengendalikan kebutuhan fa’ali (makan, minum, seksual), yakni melatih diri untuk mengendalikan pemenuhan keinginan kita mengkonsumsi sesuatu yang asalnya halal, milik sendiri dalam beberapa jam setiap hari selama sebulan agar memudahkan pengendalian diri dari memenuhi keinginan dari sesuatu yang diharamkan atau dilarang.
Dengan meningkatkan ketaqwan atas puasa juga akan meningkatkan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan ketentuan yang berlaku.
3. Ikhlash
Sebagai Salah Satu ibadah mahdah, kewajiban puasa harus dilaksanakan secara ikhlash (QS AL bayyinah/98:5). Bahkan setiap amal atau pekerjaan yang kita kerjakan akan bernilai ibadah jika dilandasi dengan keikhlasan.
Di sisi lain, beramal atau bekerja secara ikhlash akan meningkatkan kualitas pekerjaan bahkan mengurangi biaya pengawasan.
4. Jujur
Puasa mendidik orang berpuasa menjadi sosok yang jujur. Bukankah ibadah puasa membutuhkan kejujuran. Seseorang boleh saja mengaku berpuasa meskipun sesungguhnya tidak berpuasa karena sulit terdeteksi; berpuasa merupakan rahasia hamba dengan TuhanNya. Dengan demikian, seseorang yang benar-benar berpuasa sesungguhnya ia telah bersikap jujur, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain.
5. Displin
Ibadah puasa juga melatih diri untuk bersikap disiplin, yakni disiplin dalam melaksanakan perintah atau menjauhi larangan Allah dan rasulNya; disiplin waktu, terutama dalam sahur dan berbuka; disiplin dalam mengendalikan diri, baik dalam berbicara maupun dalam bersikap dan bertindak.
6. Sabar
Salah satu makna puasa selain menahan adalah sabar. Orang sabar atau berpuasa akan disempurnakan pahalanya tanpa batas (QS Al Zumar/39:10). Puasa mendidik kita memiliki pengendalian diri menahan kebutuhan faali, mulai terbit fajar hingga terbenam matahari serta mengendalikan ucapan yang tidak senonoh (rafats) dan tindakan bodoh dan merusak (jahl dan fisq) selama bulan Ramadhan. Hal dimaksudkan agar seseorang terlatih dan bersabar untuk meninggalkan segala bentuk kejahatan, baik berupa ucapan maupun berupa tindakan.
7. Kepedulian
Ibadah puasa melatih diri menahan makan dan minum. Hal ini dimaksudkan agar seseorang yang berpuasa dan merasa lapar menyadarkan akan orang-orang yang lapar di sekitarnya perlu disantuni atau dibantu. Bahkan, dalam bulan ramadhan sangat dianjurkan untuk memberi buka puasa sebagai wujud kepedulian terhadap sesama sekaligus wujud kesyukuran atas rezeki yang Allah anugerahkan kepada kita.
Khatimah
Semoga ibadah Ramadhan, khususnya ibadah puasa tahun ini dapat kita tunaikan dengan dasar iman dan ihtisab (TSM: Terstruktur, Sistematis, dan Masif), tidak hanya menggugurkan dosa-dosa dan melipatgandakan pahala kita. Namun di sisi lain, juga dapat mengembalikan kefitrahan diri kita menjadi manusia yang berkarakter Islami, antara lain memiliki iman yang semakin kokoh, taqwa semakin meningkat, ikhlash beramal, jujur dan disiplin serta sabar dan peduli atau pandai bersyukur. AMIN